Jurnalis TV, Jakarta – Quick Response Indonesian Standard (QRIS) adalah standar QR code nasional yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) dan diluncurkan pertama kali pada 17 Agustus 2019 agar proses transaksi pembayaran secara domestik menggunakan QR Code dapat lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. Pada awalnya terdapat banyak sekali QR code yang berbeda sehingga menciptakan akses yang terbatas dan menyusahkan. Meski diluncurkan sejak 17 Agustus 2019, QRIS mulai berlaku secara efektif pada 1 Januari 2020 setelah serangkaian evaluasi yang dilakukan.
Perkembangan QRIS begitu pesat sehingga tercatat pada bulan Mei 2025 total penggunan QRIS merchant payment dari UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang ada di Indonesia berjumlah 2.297.147 yang tersebar pada 46 kabupaten dan 98 kota yang berbeda. Mulanya, QRIS dibuat dengan tujuan memberdayakan UMKM di seluruh Indonesia melalui pembayaran yang inovatif dan tanpa ribet, namun seriring perkembangannya QRIS mulai menapaki kancah melalui sistem QRIS antarnegara.
Baca Juga: Mengenal Family Office: Gagasan Luhut Tarik Investasi Asing Ke Indonesia
QRIS antarnegara adalah sistem pembayaran lintas negara berbasis kode QR yang memungkinkan transaksi antarnegara tanpa perlu menukar mata uang secara fisik. Dengan memanfaatkan QRIS antarnegara, pengguna dapat melakukan pembayaran di negara yang bekerja sama tanpa harus mengonversi Rupiah ke mata uang lokal. Dikabarkan bahwa pada 17 Agustus 2025 QRIS dapat dipergunakan secara resmi di Jepang dan China, Adapun beberapa negara lain yang telah menerapkan QRIS antarnegara ialah Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Namun, dalam laporan “National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers” 2025, perwakilan dagang AS, United States Trade Representative (USTR) menyoroti dominasi QRIS dan GPN sebagai bentuk hambatan perdagangan bagi perusahaan asing yang ingin beroperasi di sektor jasa keuangan digital Indonesia. AS menyoroti peraturan Bank Indonesia No. 19/08/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) mewajibkan seluruh debit ritel domestik dan transaksi kredit yang akan diproses melalui lembaga switching NPG yang berlokasi di Indonesia dan memiliki izin oleh BI.
“Peraturan ini memberlakukan pembatasan kepemilikan asing sebesar 20% pada perusahaan yang ingin memperoleh pengalihan lisensi untuk berpartisipasi dalam NPG, melarang penyediaan layanan pembayaran elektronik lintas batas untuk transaksi debit dan kartu kredit ritel domestik,” tulis USTR, Senin (21/4/2025).
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah terus menjalin koordinasi dengan BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) guna menampung masukan dari pemerintah AS.
“Kami sudah berkoordinasi terutama terkait payment system yang diminta oleh pihak Amerika,” ujarnya dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube resmi Perekonomian RI pada Sabtu (19/4).













Komentar