oleh

Pekan Kebudayaan Nasional 2023: Lestarikan Budaya Islam Lewat Diskusi Seni dan Sastra

-Pendidikan-158 Dilihat
banner 468x60

Ciputat – Himpunan Mahasiswa Program Studi  Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (HMPS PBSI FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan Kemendikbutristiek menyelenggarakan acara Pekan Kebudiayaan Nasional (PKN) 2023 yang berlangsung dari tanggal 20-28 Oktober 2023.

Dalam acara PKN tahun ini dihiasi dengan  warisan karya-karya dari berbagai sastrawan muslim Indonesia. Gelaran dwi tahunan yang diselenggarakan oleh kemendikbutristek ini mengadakan serangkaian pameran dan acara menarik lainnya yang berkaitan dengan satra dan kebudayaan, salah satunya Ruang Tamu PKN yaitu “Diskusi Resonansi Budaya Islam dalam Sastra dan Seni Rupa”.

banner 336x280

Diskusi ini diadakan pada tanggal 25 Oktober 2023 di Ruang Teater Prof. Mahmud Yunus lantai 3 FITK UIN Syarif Hidayatullah, turut menghadirkan tiga narasumber  keren, diantaranya  Didin Sirojuddin, Kaligrafer Internasional dan Pendiri Pesantren LEMKA) yang mengulas tentang  sejarah perkembangan kaligrafi dalam konteks luas dan keterkaitan yang sangat dekat antar tulisan kaligrafi dengan Quranic recitations. Kemudian narasumber yang kedua, Hairus Salim, Pengurus Yayasan Tikar Seni Budaya Nusantara Bandung yang berbicara soal kaligrafi yang tidak beraksara arab dan bicara banyak tentang karya dari salah satu sosok seniman muslim yaitu pak Dinarto.

Narasumber yang terakhir pada diskusi ini, yaitu Annisa Rahadiningtyas, Asisten Kurator National Gallery of Singapore yang menunjukan kaligrafi beraksara arab, namun tidak serta merta berhubungan dengan Quranic recitations, atau Quranic text, tapi berhubungan dengan gagasan-gagasan yang dibawa oleh Arahmaiani dan komunitas-kominitasnya. Mengenalkan sosok Arahmaiani sebagai seniman performens. Dan tentunya diskusi ini dimoderatori oleh  Sarah Monica (Pegiat Literashinta AWCPH UI).

Diskusi berjalan dengan spektakuler yang dibuka oleh penampilan luar biasa dari teatrikal puisi  karya Danarto yang berjudul “habis tak sudah” oleh tim akustik dari PBSI UIN Jakarta, dilanjut dengan diskusi yang mengasyikkan, tentunya dimoderatori oleh  Sarah Monica, Pegiat Literashinta AWCPH UI.  Acara ini tidak hanya mendapat atensi dari kalangan yang menekuni kesusastraan, namun juga dapat memanggil civitas akademika UIN Jakarta, salah satunya Siti Humairoh mahasiswa Program Studi Tadris Fisika UIN Jakarta.

Menurutnya saat memasuki kancah Pekan Kebudayaan Nasional, seperti cahaya baru menyinari dunia hitam putih mahasiswa fisika. Mereka yang terbiasa dengan formula dan eksperimen, memasuki dunia kata-kata dan estetika merupakan petualangan baru yang mengejutkan. Mahasiswa fisika yang terbiasa dengan rumus dan grafik, mendapati dirinya tenggelam dalam banjir kata-kata yang memainkan simfoni indah di hati mereka. Dirinya menemukan bahwa meskipun bahasa sastra berbeda dari bahasa matematika, keduanya merupakan cara untuk memahami dan menyampaikan kebenaran tentang dunia.

Selama diskusi berlangsung mahasiswa fisika ini begitu menikmatinya,  dalam pikiranya ia menghubungkan konsep fisik dengan metafora sastra, menunjukkan bahwa pada kenyataannya, garis antara sains dan seni seringkali lebih kabur dari yang kita kira. Seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa sains dan seni adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Keduanya bertujuan untuk mengungkap kebenaran tentang dunia ini, meski dengan bahasa dan pendekatan yang berbeda. Output dari mengikuti acara ini tidak hanya membawa  pengalaman baru tetapi juga dengan keyakinan bahwa keragaman budaya dan pengetahuan adalah aset yang sangat berharga.

Hal ini selaras dengan closing statement yang diberikan oleh salah satu narasumber,  Annisa Rahadiningtyas, mengungkapkan bahwa  ini  bukan persoalan agama, tapi bagaimana kita berempati untuk membangun dialog antar agama, budaya, dan etnis, yang nantinya bisa membangun kebersamaan dan pengertian atas perbedaan. Bukan sekedar toleransi,  karena toleransi sifatnya kondisional  (bersyarat), tapi jika kita menerima perbedaan artinya tanpa syarat.

Acara Pekan Kebudayaan Nasional  menjadi titik balik bagi mahasiswa fisika ini. Ia kini melihat dunia dengan mata yang lebih besar, siap menggabungkan pengetahuan ilmiah  dengan kekayaan budaya untuk menciptakan sesuatu yang sungguh luar biasa. Sama seperti partikel subatom yang bergabung membentuk materi, semain percaya bahwa sains dan seni juga dapat bersatu untuk menciptakan sesuatu yang lebih besar daripada kontribusi mereka sendiri. Semoga kebermanfaatan acara ini bisa dirasakan oleh khalayak ramai.

Penulis: Siti Humairoh

Editor: Farhan Fadila

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *