oleh

10 Tahun Pestarama: Refleksikan Peran Sastrawan Muslim Lewat Panggung Seni dan Diskusi

banner 468x60

Jakarta, Jurnalis TV – Pekan Apresiasi Sastra dan Drama (Pestarama) ke-10 kembali diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Kamis (22/05/2025) di Gedung Teater Bulungan, Jakarta Selatan. Acara tahun ini mengusung tema “Peran Lembaga Kebudayaan Islam dalam Membentuk Sastra dan Drama Bernapas Islam di Indonesia,” dengan rangkaian pertunjukan seni, diskusi, dan pementasan teater yang menggugah.

Memasuki dekade penyelenggaraan, Pestarama telah menjadi ruang apresiasi seni bernafaskan Islam yang melibatkan mahasiswa dan masyarakat luas. Antusiasme langsung terasa sejak gong kedua dibunyikan sebagai tanda dimulainya acara. Kegiatan yang digelar meliputi pembacaan puisi oleh pelajar SMP dan SMA, pementasan drama berjudul Iblis, serta talkshow bertema sastra dan spiritualitas.

banner 336x280

Baca Juga: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kembali gelar acara tahunan bertajuk UIN Jakarta Expose 2025: Unlocking Opportunities

Drama Iblis menjadi sorotan utama. Pertunjukan ini mengangkat kisah Nabi Ibrahim dan Siti Hajar dengan pendekatan simbolis dan tajam. Narasi tersebut menyoroti fenomena manusia modern yang mudah tergoda oleh bujuk rayu dunia, bahkan melampaui sifat iblis itu sendiri. Alih-alih sekadar hiburan, pementasan ini menghadirkan ruang refleksi yang mendalam.

Fakhri Ardan Naashir, selaku stage manager Pestarama ke-10, menyatakan bahwa konsep tahun ini tetap mempertahankan benang merah dari penyelenggaraan sebelumnya, yakni menonjolkan nilai keislaman dan kemanusiaan. Ia berharap panggung seni seperti ini dapat terus berkembang dan diakses lebih luas oleh masyarakat.

“Konsep tahun ini sebenarnya masih melanjutkan tema utama dari tahun sebelumnya, yaitu menonjolkan nilai keislaman dan kemanusiaan. Dari tahun ke tahun, nuansa keislaman tetap kami hadirkan sebagai bagian dari masyarakat. Apapun konsep atau temanya, junjungannya tetap pada nilai-nilai keislaman dan kemanusiaan. Kami juga ingin acara ini bisa menjangkau masyarakat yang lebih luas, sehingga penting bagi kami untuk menghadirkan tokoh-tokoh budaya dan seniman yang ide dan kejeniusannya dapat sampai ke masyarakat sejauh-jauhnya,” ujarnya.

Salah satu pengunjung, Aang, mengungkapkan kekagumannya terhadap pementasan Iblis. Baginya, kisah Siti Hajar yang dibalut dalam narasi dan judul yang tidak biasa memberikan kesan mendalam dan relevan. Ia berharap Pestarama tetap menjadi ruang eksplorasi seni yang jujur serta menyentuh sisi spiritual.

“Ini satu-satunya Pestarama yang pernah aku tonton, menarik banget. Aku harap bisa nonton dari yang pertama sampai kesembilan biar bisa ngebandingin mana yang terbaik. Pestarama ke-10 ini benar-benar ramai, pecah pokoknya. Judul dramanya ‘Iblis’, tapi isinya lebih banyak tentang Siti Hajar. Menurut aku, itu sangat menarik karena ternyata iblis jadi bagian terpenting dari hidupnya Siti Hajar. Harapan aku, semoga Pestarama terus naik sampai ke seratus,” ujar Aang.

Acara ditutup dengan sesi apresiasi dari dosen, alumni, hingga anak dari mendiang Mohammad Diponegoro—penulis naskah drama yang dipentaskan. Momen ini menjadi ungkapan syukur sekaligus dukungan terhadap karya mahasiswa yang berhasil menghadirkan seni Islami dengan kualitas dan semangat tinggi.

Pestarama ke-10 bukan sekadar perayaan seni, melainkan ruang penting untuk menjaga nyala sastra Islam di tengah arus zaman. Lewat pertunjukan dan diskusi, acara ini membuktikan bahwa nilai spiritual tidak pernah usang, melainkan hanya membutuhkan medium yang tepat agar terus bersuara.

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *