oleh

Fenomena Brainrot: Ketika Sosial Media Menguasai Pikiran

banner 468x60

Jurnalis TV, Tangerang Selatan – Belakangan ini, istilah “brainrot” menjadi perhatian di kalangan generasi muda. Bahkan, Oxford telah menobatkan brainrot sebagai salah satu kata paling populer tahun ini. Brainrot merujuk pada kondisi otak yang mengalami kebuntuan akibat konsumsi media sosial secara berlebihan. Dominasi konten singkat di internet menjadi salah satu penyebab kurangnya latihan berpikir kritis, sehingga membuat otak kurang aktif dan mudah teralihkan.

Fenomena ini terutama dirasakan oleh generasi muda yang sangat bergantung pada media sosial. Tidak hanya memengaruhi cara berpikir, media sosial juga berdampak pada kemampuan mereka dalam mengambil keputusan. Banyak anak muda yang kesulitan fokus pada tujuan jangka panjang karena tergoda oleh tren viral atau informasi instan yang dangkal.

banner 336x280

Mengenai fenomena ini, beberapa mahasiswa berbagi pandangan mereka melalui wawancara bersama Tim Jurnalis TV.

“Iya, karena brainrot mengganggu planning-planning masa depan, contohnya kaya saya tuh memplanning saya harus belajar ini, minggu ini saya harus belajar Ilmu ini, tapi karena saya sering scroll hp saya sering lupa, kaya amnesia gitu lah tiba-tiba udah ganti hari,” tutur Reza, mahasiswa Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis.

Sebagai pengguna aktif media sosial, tren viral memang dapat memengaruhi pola pikir. Namun, ada juga yang merasa efek tersebut bisa diminimalkan.

“Kalo untuk mengambil keputusan, saya rasa tidak begitu bersinggungan sih, karena memang, untuk scroll ini tidak saya ambil serius,” ucap Awan, mahasiswa Teknik Informatika.

Di tengah era digital yang masif ini, penting untuk menjaga keseimbangan antara hiburan dan produktivitas. Salah satu cara adalah dengan mengatur waktu penggunaan media sosial.

“Caranya sih ya kita harus bisa membagi waktu dengan seimbang, misalnya kita lagi kuliah ya kita belajar, nah ketika waktu di rumah bisa tuh kita buka media sosial, karena ga mungkin kita sepenuhnya meninggalkan media sosial,” ucap Salsabila Herza, mahasiswi jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.

Hal serupa juga disampaikan oleh Hayyina Assyabina, mahasiswi Manajemen Dakwah. “Kita harus balik lagi ke peran kita sebagai mahasiswa dengan senantiasa belajar dan mengingat tujuan kita, karena kita tidak bisa meninggalkan media sosial sepenuhnya,” tuturnya.

Fenomena brainrot menjadi pengingat pentingnya bersikap kritis dan bijak dalam bermedia sosial. Langkah kecil seperti mengatur waktu penggunaan, menyeleksi informasi yang diterima, dan aktif dalam kegiatan yang melatih kemampuan berpikir kritis dapat membantu generasi muda melawan efek negatif dari brainrot. Dunia digital adalah bagian dari kehidupan modern, tetapi jangan sampai ia merenggut kenyataan dunia nyata kita.

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *