oleh

Rencana Penerapan Politik Dinasti: Menggerus Demokrasi Indonesia

-Kata Mereka-160 Dilihat
banner 468x60

Tangerang Selatan (13/02/2024) — Indonesia sebagai salah satu negara yang berlandaskan pada prinsip-prinsip demokrasi sebagai fondasi dalam sistem pemerintahannya, tentu harus menunjukkan komitmen yang kuat serta tegas pada partisipasi politik yang inklusif dan perlindungan hak-hak dasar warga negara.

Kita menyadari bahwa demokrasi merupakan proses yang dinamis dan terus mengalami banyak tantangan. Dalam beberapa bulan terakhir, Indonesia sebagai negara demokrasi mengalami beberapa masalah dalam tatanan pemerintahannya. Kondisi politik yang kompleks menjelang Pemilu 2024 menjadi perhatian bersama. Dengan adanya dugaan politik dinasti dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo, kini menuai polemik yang dinilai ingin melaksanakan ambisi untuk menguasai Republik. Lantas, dapatkah demokrasi di Indonesia terus dipertahankan?

banner 336x280

Sebagaimana diketahui pada Senin (16/10/2023), terdapat putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang berujung pada pelanggaran kode etik berat terhadap Anwar Usman, yang saat itu menjabat sebagai Ketua MK. Anwar Usman juga merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka, putra dari Joko Widodo. Keputusan tersebut membuka jalan peluang bagi Gibran untuk mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Presiden, yang akan mendampingi Calon Presiden Prabowo Subianto. Keadaan ini menyoroti kontroversi politik dinasti dan menimbulkan pertanyaan tentang kestabilan demokrasi serta kondisi politik di Indonesia.

Ahmad, seorang mahasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum, menjelaskan bahwa kondisi politik di Indonesia sedang memanas karena masalah yang timbul dari salah satu pasangan calon yang melanggar kode etik konstitusi tersebut. “Kondisi politik di Indonesia akhir-akhir ini sedang memanas, terlebih ada salah satu paslon yang melanggar kode etik berat di konstitusi.”

Fawwaz selaku masyarakat, menambahkan bahwa kondisi politik saat ini tidak baik-baik saja. Ia mengungkapkan bahwa antar pendukung paslon saling menyerang satu sama lain di media sosial. Bahkan ketika terdapat perbedaan pilihan dengan kerabatnya, justru hal itu direspon dengan cara merendahkan.

Terdapat pro dan kontra dari kalangan mahasiswa dan masyarakat terkait dengan adanya politik dinasti. Mahasiswa menyatakan bahwa politik dinasti di Indonesia tidak selayaknya pantas karena negara seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Pernyataan ini diperkuat oleh banyaknya universitas yang telah mendeklarasikan ketidaksetujuan terhadap adanya politik dinasti yang dilakukan oleh rezim saat ini. Deklarasi ini bertujuan untuk menegaskan pentingnya menjaga integritas demokrasi dan prinsip keadilan dalam tatanan politik negara.

Adapun beberapa masyarakat yang cenderung menyetujui politik dinasti seperti yang terjadi saat ini. Fawwaz menyatakan bahwa hal ini tergantung pada siapa yang memimpin dan di bawah kepemimpinan siapa, serta selama track record-nya baik, maka tidak perlu dipermasalahkan.

Masyarakat lain menyatakan dukungannya kepada anak muda agar bisa maju dalam kontestasi Pemilu 2024. “Setuju saja, yang penting anak-anak muda bisa naik (maju ke Pemilu),” ujar Bu Ajeng.

Pandangan dari mahasiswa dilanjutkan dengan beberapa upaya yang dapat dilakukan bersama untuk menghentikan politik dinasti ini. Dewi menyatakan bahwa dengan tidak mendukung serta memilih hal-hal yang berbau dinasti politik seharusnya dapat menjadi suatu upaya. “Ada banyak cara, seperti menjauhi dan tidak mendukung, upaya kecil namun bisa berdampak ke depannya.”

Melisa menambahkan bahwa memberi himbauan serta ajakan kepada banyak orang untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk dapat menjadi langkah yang efektif. “Kita sebagai partisipan perlu mengingatkan orang-orang bahwa politik dinasti tidaklah baik.”

“Untuk upayanya, ketika ada salah satu paslon yang diusung dari keluarga tersebut, upaya kita ialah mencegah pemimpin yang buruk untuk memimpin Indonesia,” tambah Alkir.

Perkataan ini selaras dengan pernyataan dari Franz Magnis Suseno sebagai pengingat dalam membangun kesadaran masyarakat mengenai Pemilu. “Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, tapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa.”

Sebagai generasi muda, tentu menyadari bahwa menerima barang tertentu sebagai imbalan untuk memilih salah satu paslon atau partai bukanlah tindakan yang benar. Ahmad menegaskan bahwa apa pun yang diberikan tidak setara dengan apa yang akan mereka lakukan dalam lima tahun ke depan, yang tentunya dapat berdampak buruk pada bangsa ini.

“Kita sebagai mahasiswa, yang telah diberi bekal pengetahuan selama di kuliah, seharusnya tahu mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang tulus dan mana yang tidak,” tambah Melisa.

Kondisi politik di Indonesia saat ini menarik perhatian dengan beragam pandangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk terus berkomunikasi, berkolaborasi, dan berupaya memperbaiki sistem politik. Hal ini kemudian dapat dijadikan bahan evaluasi bagi pemerintah untuk mengembalikan citra negara Indonesia sebagai negara demokrasi yang kuat dan berkelanjutan.

 

Penulis: Salsabila

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *