oleh

Aksi Mahasiswa Di Kemenag, Buntut Penetapan UKT Tidak Berkeadilan

-J-News-128 Dilihat
banner 468x60

Rabu (2/8) Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melakukan konsolidasi aksi massa di depan Gedung Sekretariat DEMA-SEMA UIN Syarif Hidayatyllah Jakarta. Konsolidasi ini dilakukan sebelum mereka melakukan aksi di depan Gedung Kementerian Agama, Jakarta Pusat.

Aksi massa oleh mahasiswa ini dilakukan sebagai respon terhadap SK Rektor No. 612 tahun 2023 lanjutan dari Keputusan Menteri Agama No. 82 tahun 2023 tentang UKT yang menyatakan bahwa UKT (Uang Kuliah Tunggal) mahasiswa semester 2-10 membayar UKT secara penuh dan semester 10 keatas diharuskan membayar 50% dari biaya penuh yang harus dibayarkan. dari hal tersebut mahasiswa yang diwakilkan oleh DEMA menyatakan bahwa mereka menuntut kejelasan atas peraturan tersebut karena telah menimbulkan multitafsir di kalangan mahasiswa.

banner 336x280

Hal tersebut dianggap multitafsir karena beberapa kampus seperti UIN Jakarta dan UIN Yogyakarta sudah mengeluarkan SK Rektor yang menyebutkan bahwa keputusan tersebut berlaku bagi kalangan mahasiswa baru 2023/2024, bukan mahasiswa semester 9-10 atau 10 keatas dan mereka tetap harus membayarkan UKT secara penuh. Sedangkan SK tersebut sudah ditetapkan sejak 28 April lalu. Oleh karena itu, DEMA meminta kejelasan akan hal tersebut kepada Kemenag.

“jadi karena di ranah universitas saja sudah terdapat salah penafsiran, maka kita ingin meminta kejelasan akan hal tersebut.” Ujar Muhammad Abid.

Mahasiswa yang akan melakukan aksi massa tersebut berangkat pukul 13.30 WIB dengan membawa pesan “Menuntut Kebijakan UKT yang tidak berkeadilan dan Problematik”. Aksi ini dilakukan tidak hanya oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melainkan juga UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, UIN Walisongo Semarang, dan UIN Sunan Ampel Surabaya turut hadir membersamai dalam aksi ini.

Selain menuntut kejelasan perihal UKT, Aksi ini juga membawa beberapa pesan seperti jumlah UKT yang harus dibayarkan oleh mahasiswa semester 9-14 agar dapat dipertimbangkan untuk dipotong setengahnya. Hal ini didasarkan oleh karena merekapun tidak memakai fasilitas kampus secara penuh seperti mahasiswa semester 2-8. Adapula tuntutan mengenai fasilitas kampus dengan kondisi yang tidak sebanding dengan UKT yang dibayarkan.

“ Ya sederhana sebenarnya, kenapa mahasiswa semester 9-14 tidak diberikan keringanan untuk membayar 50%. Bahkan sebenarnya 50% pun masih besar nominalnya. Karena mereka enggak memakai fasilitas kampus, mereka enggak pakai gedung, dan hanya menunggu sidang.”
“bahkan mereka ngundur sidang pun bukan karena mereka lalai, tapi ada faktor eksternal diluar kendali mereka seperti dosen pembimbing yang susah dihubungi, dan panjangnya antrian dari kakak kelas, sehingga adik kelasnya harus menunggu jadwal sidang lebih lama.” Jelas Muhammad Abid.

Aksi yang ditujukan kepada Kemenag ini diharapkan dapat segera menemui titik terang agar mahasiswa tidak lagi merasakan ketidakadilan dalam proses mereka menyelesaikan studi.

Penulis: Rahma Nurul Izzah
Editor: Farhan Fadila

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *