oleh

Ketika Netizen Jadi Jurnalis, Apakah Media Sosial Masih Bisa Dipercaya?

-Sosial-52 Dilihat
banner 468x60

Di era digital, siapa saja bisa menjadi penyebar informasi. Dengan hanya bermodal ponsel dan akses internet, masyarakat kini dapat melaporkan peristiwa secara langsung melalui media sosial. Fenomena ini disebut jurnalisme warga (citizen journalism), di mana masyarakat biasa berperan seperti jurnalis dalam membagikan berita. Media sosial yang dipenuhi oleh jurnalisme warga menghadirkan tantangan tersendiri dalam hal kredibilitas informasi

Jurnalisme warga sering kali menjadi yang pertama menyebarkan kabar dari lapangan, terutama saat terjadi bencana atau kejadian besar. Misalnya, dalam peristiwa gempa bumi atau kecelakaan, dokumentasi dari warga menjadi sumber awal yang viral di media sosial sebelum dikonfirmasi media arus utama. Ini membuktikan bahwa netizen memiliki kekuatan untuk menyebarkan informasi dengan cepat dan masif.

banner 336x280

Baca Juga: AI dan Masa Depan Jurnalistik: Tantangan atau Peluang?

Namun, tidak semua informasi yang tersebar lewat media sosial akurat. Karena tidak semua netizen memahami prinsip verifikasi dan etika jurnalistik, banyak informasi yang beredar ternyata hoaks. Menurut data terbaru dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), hingga Oktober 2024 terdapat 1.923 konten hoaks yang teridentifikasi. Mayoritas hoaks beredar melalui Facebook, WhatsApp, dan TikTok.

Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) juga mencatat peningkatan signifikan hoaks selama tahun politik 2024, terutama pada isu-isu politik dan kesehatan. Hoaks ini kerap berasal dari unggahan pribadi yang diviralkan tanpa klarifikasi, yang akhirnya memicu kepanikan atau perpecahan di masyarakat.

Meski berisiko menyebarkan hoaks, jurnalisme warga tetap penting sebagai suara alternatif. Banyak isu-isu sosial yang tidak dijangkau media besar justru terekspos lewat rekaman netizen, seperti kekerasan aparat, diskriminasi, atau kejadian lokal yang luput dari perhatian nasional. Maka dari itu, kuncinya adalah kesadaran digital dan tanggung jawab dalam menyebarkan informasi.

Untuk menghadapi tantangan ini, berbagai lembaga telah bergerak. Pemerintah melalui Gerakan Nasional Literasi Digital (Siberkreasi) terus mendorong masyarakat agar lebih cakap digital dan mampu membedakan mana informasi yang benar dan menyesatkan. Di sisi lain, platform seperti CekFakta.com juga menyediakan layanan verifikasi yang dapat diakses publik.

Media sosial tetap bisa dipercaya sebagai sumber informasi, asalkan penggunanya melek literasi digital dan tidak sembarangan menyebarkan konten. Saat netizen berperan sebagai jurnalis, mereka juga memikul tanggung jawab moral untuk menjaga kebenaran dan kepercayaan publik.

Referensi:

Komisi Digital Indonesia. (2025, Januari 5). Komdigi identifikasi 1.923 konten hoaks sepanjang tahun 2024 [Siaran pers]. Komisi Digital Indonesia. https://www.komdigi.go.id/berita/siaran-pers/detail/komdigi-identifikasi-1923-konten-hoaks-sepanjang-tahun-2024

Masyarakat Anti Fitnah Indonesia. (n.d.). Publikasi dan riset. MAFINDO. https://mafindo.or.id/publikasi-riset

Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi. (n.d.). Beranda GNLD Siberkreasi. GNLD Siberkreasi. https://gnld.siberkreasi.id

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *