oleh

Mengapa Semakin Dewasa, THR Semakin Sedikit?

-Lifestyle-133 Dilihat
banner 468x60

Jurnalis TV, Jakarta Hari Raya Idulfitri merupakan perayaan besar umat Islam yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan. Di momen ini, seluruh umat Muslim di dunia merayakan kemenangan spiritual setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa. Selain menjadi ajang refleksi dan perayaan keagamaan, Idulfitri juga menjadi waktu yang tepat untuk mempererat tali silaturahmi antar anggota keluarga dan kerabat. Salah satu tradisi yang selalu dinantikan adalah pemberian Tunjangan Hari Raya (THR).

THR biasanya identik dengan pemberian uang tunai, terutama pada anak-anak.  Namun, semakin dewasa seseorang, jumlah THR yang diterima justru semakin sedikit. Bahkan, pada titik tertentu, orang dewasa cenderung menjadi pihak yang memberi daripada menerima. Fenomena ini bukan hanya mitos, melainkan fakta yang terjadi di masyarakat dengan berbagai alasan mendasarinya. Berikut beberapa faktor penyebabnya:

banner 336x280
1. Kepolosan Anak-anak dan Nilai Kasih Sayang

Anak-anak dikenal dengan kepolosan dan keceriaan yang mampu membangkitkan rasa sayang dari orang-orang di sekitarnya. Memberikan THR kepada anak-anak dianggap sebagai cara menyenangkan mereka sekaligus menciptakan kenangan indah tentang Lebaran. Karena itu, orang dewasa lebih terdorong memberi THR kepada anak-anak dibandingkan dengan sesama orang dewasa.

2. Bentuk THR bagi Orang Dewasa Berbeda

Berbeda dengan anak-anak yang biasanya menerima uang tunai, orang dewasa umumnya memperoleh THR dalam bentuk lain. Misalnya, bonus dari tempat kerja, paket sembako, bingkisan dari keluarga, atau bahkan libur panjang dan hidangan istimewa saat Lebaran. Karena itu, meskipun tidak selalu berbentuk uang tunai, orang dewasa tetap mendapatkan manfaat dan penghargaan tersendiri pada momen Lebaran.

3. Perubahan Tanggung Jawab Seiring Usia

Semasa kecil, banyak orang berharap segera dewasa agar bisa bekerja dan mandiri secara finansial. Namun, ketika dewasa, justru beban tanggung jawab meningkat-mulai dari mencari nafkah hingga membahagiakan keluarga. Jika saat kecil masih banyak menerima kasih sayang dan bantuan dari orang tua, maka saat dewasa, seseorang dituntut untuk menjadi pihak yang memberi dan mendukung orang lain.

4. Faktor Sosiologis: Tekanan Sosial dan Budaya Konsumtif

Dalam konteks sosial, orang yang sudah memiliki penghasilan dianggap lebih mampu untuk berbagi. Hal ini sering kali memunculkan tekanan sosial, misalnya harus membeli oleh-oleh mahal saat mudik atau menggelar jamuan yang mewah saat open house. Budaya konsumtif saat Lebaran pun semakin menguat seiring meningkatnya ekspektasi lingkungan sosial.

5. Faktor Psikologis: Impulse Buying dan Hedonisme

Dari sisi psikologis, momen Lebaran sering dijadikan sebagai alasan untuk memanjakan diri. Banyak orang tergoda melakukan pembelian impulsif-membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan-karena merasa ini adalah “waktu yang tepat” untuk merayakan. Selain itu, dorongan untuk tampil lebih baik dari biasanya turut memicu perilaku konsumtif yang berlebihan.

THR sebagai Tradisi Lintas Generasi

Pemberian THR telah menjadi bagian dari budaya Lebaran yang diwariskan lintas generasi. Orang tua dan kerabat dewasa memberikan uang kepada anak-anak sebagai simbol kebahagiaan dan keberkahan. Tradisi ini pun terus berkembang, termasuk di kalangan Gen Z yang sudah mulai bekerja dan memiliki penghasilan sendiri.

Baca Juga: THR Bijak: Tips Mengelola Uang Agar Tidak Habis dalam Seminggu

Perspektif Gen Z terhadap THR
1. Ajang Reward

Bagi Gen Z yang telah mandiri secara finansial, memberi THR kepada adik, sepupu, atau orang tua menjadi bentuk apresiasi atas dukungan keluarga selama ini. Ini juga menjadi simbol pencapaian dan kemandirian mereka.

2. Ajang Eksistensi

Di era media sosial, pemberian THR kerap dibagikan sebagai konten menampilkan nominal atau momen berbagi. Sayangnya, budaya ini juga bisa menciptakan tekanan sosial bagi mereka yang belum mampu memberi.

3. Tuntutan Sosial

Saat seseorang mulai bekerja, sering muncul ekspektasi dari keluarga untuk mulai memberi THR. Tak jarang, ini menimbulkan rasa terpaksa karena takut dianggap pelit atau tidak peduli.

Fenomena ini menjadi pengingat bahwa setiap fase kehidupan memiliki keistimewaannya masing-masing. Jika masa kecil identik dengan menerima, maka masa dewasa lebih banyak diwarnai dengan memberi. Inilah salah satu esensi dari Hari Raya Idulfitri, berbagi kebahagiaan dengan sesama, terutama dengan generasi yang lebih muda.

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *