Jurnalis TV, Jakarta – Peringatan darurat dengan gambar lambang garuda berlatar biru tersebar luas di berbagai media sosial. Gerakan massal ini merupakan respon masyarakat terhadap DPR RI yang melawan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Mahkamah Konstitusi membacakan dua putusan terkait pilkada mendatang pada Selasa, 20 Agustus 2024. Melalui putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora tentang ambang batas yang semula 20% menjadi 7,5%.
Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menetapkan syarat usia calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah harus berumur 30 tahun pada saat penetapan calon.
Pada Rabu, 21 Agustus 2024, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengadakan rapat untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada. Namun revisi UU yang dilakukan tidak sejalan dengan putusan MK. Revisi UU Pilkada berisi poin-poin yang menganulir putusan MK terkait ambang batas pencalonan hingga syarat usia calon kepala daerah.
Keputusan Baleg DPR RI yang bertentangan dengan Mahkamah Konstitusi menunjukkan kekuasaan eksekutif dan legislatif telah berkomplot mengacak-acak konstitusi. Dampaknya tidak hanya mempengaruhi peta perpolitikan Pilkada, tetapi juga mencakup makna demokrasi di Indonesia. Jika pengesahan revisi UU Pilkada dilaksanakan, maka berakhirlah terciptanya hukum dan menunjukkan politik tak beretika.
Penulis: Regita Alma D.
Komentar