oleh

Tokoh Pemberani Reformasi: Suara Oposisi yang Mengguncang Orde Baru

banner 468x60

Jurnalis TV, Tangerang Selatan – Menjelang kejatuhan Orde Baru pada Mei 1998, Indonesia dilanda krisis politik, ekonomi, dan sosial. Di tengah situasi penuh tekanan, muncul tokoh-tokoh yang berani melawan rezim otoriter. Mereka memperjuangkan keadilan lewat jalannya masing-masing: advokasi hukum, karya seni, gerakan buruh, hingga aksi mahasiswa.

Empat di antaranya adalah Munir Said Thalib: aktivis HAM, Widji Thukul: penyair perlawanan, Marsinah: buruh pejuang hak pekerja, dan Budiman Sudjatmiko:  penggerak gerakan mahasiswa. Mereka menjadi simbol suara rakyat yang tak bisa dibungkam.

banner 336x280

Munir Said Thalib (1965–2004) aktif membela korban pelanggaran HAM sejak awal 1990-an melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan kemudian mendirikan KontraS pada 1998. Ia kerap mengadvokasi kasus penculikan aktivis menjelang Reformasi. Munir wafat secara tragis akibat diracun dalam penerbangan ke Belanda pada 7 September 2004, menunjukkan bahwa perjuangan menegakkan HAM tetap berisiko, bahkan setelah Soeharto tumbang.

Baca Juga: Rasuna Said: Pahlawan Pejuang Hak Perempuan di Balik Nama Jalan di Jakarta

Widji Thukul (1963–hilang 1998) menggunakan puisi sebagai senjata melawan penindasan sejak awal 1990-an. Puisinya yang sederhana namun tajam, seperti semboyannya yang terkenal “Hanya ada satu kata: lawan!”, membakar semangat perlawanan. Widji menghilang pada 1998 dan diyakini menjadi korban penculikan politik, karena sampai saat ini jasadnya tidak pernah ditemukan.

Marsinah (1969–1993) memimpin mogok kerja di pabrik arloji Sidoarjo pada Mei 1993 untuk memperjuangkan upah layak dan kondisi kerja yang adil. Beberapa hari kemudian, ia ditemukan sudah tak bernyawa dengan tanda-tanda penyiksaan. Kasus ini tak pernah benar-benar terungkap, namun Marsinah dikenang sebagai simbol keberanian buruh, terutama dikalangan perempuan.

Budiman Sudjatmiko (lahir 1970) mendirikan Partai Rakyat Demokratik (PRD) pada 1996 dan memimpin aksi mahasiswa melawan otoritarianisme. Ia ditangkap setelah kerusuhan Juli 1996 dan dijatuhi hukuman 13 tahun penjara. Meski dipenjara, gagasan Budiman memicu semangat gerakan mahasiswa yang berujung pada Reformasi 1998.

Keempat tokoh ini membuktikan bahwa perubahan besar lahir dari keberanian melawan ketidakadilan. Pengorbanan mereka bukan hanya meruntuhkan Orde Baru, tetapi juga menjadi pengingat bahwa perjuangan belum selesai. Di tengah tantangan masa kini, seperti ancaman terhadap kebebasan berpendapat dan ketimpangan sosial, semangat mereka tetap relevan sebagai dorongan bagi generasi sekarang untuk terus menjaga dan memperkuat demokrasi.

banner 336x280

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *